Jumat, 19 Maret 2010

TIKAR
 ;tempat panjang mimpiku

Terakhir bibirku mengecup paro masa untukmu
Kata-kata perpisahan tak akan lekang karna masamu
Kau boleh pergi kemanapun
Selama namamu menemani jam yang tak kenal waktu
Jarummu akan berputar dihati ini
Malamku mangetuk pintu
Dimana kita telah berjanjian untuk mewangi
Seperti bahagia kata-kata surah

Puisiku malam ini akan kusampaikan terimalah ia akan
Meniti tangga menuju mimpi indah malammu
Bukalah kertasnya
Kertas yang putih seperrti cintamu

Atau sejak kita dibacakan kalimat
       Salam
             Talkin
                  Yasin
Dan suara sunyi
Air mata yang mengalir
Dipelopak bundamu

Aku cukup kuat menykasikan keajaiban tuhan saat warna langit mengetuk hati
Tanda tanya itu aku yang berdiri

Dua tahun kosong;kosong yang bertanya mimpi
Aku jadi dokter memeriksa pasien
Mereka selalu mendesak kehawatirannya
Kapan sakitku bersejarah
Untuk tawa anak anakku?ia mengetuk hati hingga aku mengucapkan surah
Atau lembaran yang pernah aku pelajari disekolah
            Dokter kapan kapan saya bermimpi seperti ini
Ia mengakhiri ucapan dan mendesak untuk memeluknya
            Aku baru kenal selama hidup ,
Orang membutuhkan
Aku merasa bisa karna pasien pasienku
         Mereka yang memuji
         Menjungjung
Mereka yang mengaku
Aku ini dokter.



Seperti embun menetes tengah malam
kau kenal pasti namaku dikota-kota besar
namamu tak lebih dari pajangan tiang listrik
menguji rumah desa agar tak terbakar
            kalau kabel listrik jatuh kelantai
kemudian diguyur hujan berkarat
kami akan bertanya
padahal kau dijanjikan utnuk tidak turun dari tiang itu
anak anak akan ketakutan
mereka menangis membakar
            kalau berjalan berkaca kaca
semua orang akan diam
gelapnya malam
            seperti apa jika embun menetes
tengah malam di iringi nyanyian sunyi
gelap malam
membaw kebakaran untuk anak anak desa
orang desa semakin diam mengagumi
bila kau berbicara rumah rumah kami
sawah,dapur
tapi kau jangan turun saja
anak anak masih ketakutan
anak anak kami itu malaikat
lebih tahu halusnya bumi hatimu.

                                    Sumenep,januari ’10



Buatkan cerita baru bangsa ini
Sebungkus cerita
Penenag hati buat buah hati
Agar menyenagkan hidup mimpi mimpinya yan jelas
Hampir seluruhnya
Tidak ada yang salah menusia berkata lewat
Cita ia alami
Itu malah membumikan sepanjang arti behagianya
Samapai hayat
Boleh’kan aku melangkah usai cerita ini?
Pasti akan berbentuk dan penuh variasi warna
Dari khilaf yang hilang
Setelahnya bangkit kembali
Datang tanpa topeng apa apa
Meyakinkan arti yang pudar
Memberikan makna aji aji pamungkas
Agar engkau tidak belance
Seimbang melihat
Tidak buta sebelah arah
Hakekatnya hidaup yang penting
Baru bukan kusam lagi

Cerita cerita baru untuk sekolahkan
Anak anak bangsa ini.

Aku  bertanya dalam usia rentamu

Dalam pandangan engkau lahir cinta pertama
Indonesiaku,
Engkau sudah renta usianya
Jaman dahulu engkau selalu tersenyum kebahagian
Dalam sejarahmu
Saat kau menjadi poster
Dan kau berbentuk alamanak
Dinegeri orang
Semua orang masih kagum
Dan menjadi patung
Diukir kepintaranya
Dilukis pribadimu
Dan dicontaoh perjalananmu
Dari sekian khilafah
Yang membukakan lembaran
Perjalanan tentang sekolah
Pandai merakyat
Almamater berhias kepiawaian

Lalu kenapa aku bertanya kemabali
Indonesiaku,
Apakah ini pendangan cinta pertama
Saat kau harus mebesarkan
Hatiku selalu menyeruh
Contoh negara lain
Padahal pandangan itu milik indonesiaku
Yang menghadirkan cinta pertama dinegri orang
Usia mu’kan sudah tua sekali
Mana mungkin,waktumu hanya tinggal menunggu do’a
Apa bisa kamu mencintai lagi dengan usia renta.
Delema yang berkecamuk tinggal
Satu langkah lagi terjatuh
Dan bumi,pohon,laut beserta pemilik..

Bolpen tahta kerajaanku
Sudah penuh perjuangan panjang
Sidang menelan jutaan hati manusia
Banyak berserakan sampai orang memandang kusam
Tapi dilain hari
Catatan mestirius mengungkapkan kehebatannya
Jadi pehlawan sampai disorga
Busar,tetesan tinta yang tumpa
Menggambarkan otak manusia betapa hebatnya
Mengingat perjuangan
Kekuasaan
Dan sampai akhir ini
Orang belajar dari selambaran kertas tumpahan tinta.

Mencari
Jangan marahlah sayang
Meskipun tuhan tidak pernah adil
Biar tidak menyakitkan perasaan orang lain
Bolehlah kau merontah sepuasnya
Caci maki kekesalan
Dan buang jeraih payahmu
Toh,tak bisa meredam suasana
Justru kau tidur merindukannya
Ini kan petualangan
Sampai berbualanpun
Jika sampai waktu
Meski baru baca dipintu
Kesempurnaan hanya milik kau
Benci
Jawaban yang berganti
Meski kita tak mengerti
Berapa kali kau mengusap
Wajahmu
Dan memanggilnya
Disaat gelap
Kesempurnaan tak pernah ada
ada yang menguasai
tapi karna kata pasti mencari
sat mengutuk
atau bersandar menengadah.

Pujaan yang dirasakan
Terhadap yang baik
Semestinya kita contoh
Bukan dalam bait bait alunan
Harga yag takkan pernah musnah
Siapa yang menatap
Memahami
Memberi
Ia mengakar
Pada tulang sumsum dan air maninya
Pemujaan yang hakiki dan ia miliki seutuhnya
Kibarkan dialtar keharmonisan
Ada yang menangis merindukan
Ada sehat tersenyum senyum
Tak ada yang lebih abadi
Selain kebaikan
Semua merasakan

Kau merindukanku
 ;tak kusangka

Sudah diatas matrai
Hati tak boleh kau bohongi
Meski sembunyi
Inilah cerita harus katakan
Meski bumi dan langit tak meski menyatu
apa yang aku tinggal ?
hingga ku bolehkan kau baca
siang yang sepi
atau malam yang mimpi
sejak kematianku
kuintip kelakuanmu
kau datangmenyirami nisan
kau tunggu aku diterminal
dan dipersimpangan
coba coba kau tanya meski
semilir angin tergoncang
rontokan rontokan
ah,anadai kau bikan duduk dikertas berdua
bersalaman
bersalam
kita sudah menjadi Raja

Antara korban lelah
dan kepanikan jiwa
aku ini yang sangat menjajjikan sutra pada tuhan
setiap jalanku yang krikil
pendapkan jiwa yang sangat manja sekali
menguasai kekalhan akal pikiran
hanya tiga meter anatara kediaman ke kota surga
jatuh korban
sandalpun menjadi taruhan
aku siang sangat panjang
alasaan panjang berputar dalam sadar manusia
sebetulnya di hitung metematika
tinggal mengurangi dengan lipatan
urat yag kendur
aku ini yang sangat menjajikan sutra pada tuhan
terutama kebanggaan emmik
meskipun hitung-hitungan angka bisa kita masukkan
dalam laci lemari
itupun misalkan kita mengusai
tapi yang namanyan manusia
sering jatuh korban
kadang mengharapkan tanah, air
angka-angka yang  tak bisa kita bawa setelah lulus kuliah
belu menjanjikan apa apa!
Akulah yang menjanjikan sutra pada tuhan
Katanya lewat titian itu kita bisa berperang
Antara mendahulukan keikhlasan
Ikut membahagiakan orang tua
Dan asma-asma allah yang menarik kita ke surga
Antar pajgalan-tarate.

Apa cukup ongkos
Apa aku sudah mampu menyulap
Kenapa tiba tiaba bicara seperti bahasa alaqur’an
Bukan arti apa apa?
Kadang bibir berlagak supermen
Kadang berkoar cacing linth
Menghabiskan darah tetangga
Aku berjalan kaki lebih
Indah berjalan merangkak
Suara suara ku diseminarkan
Ditobatkan
Sungguh akan lebih kecewa
Bila terdampar kesiangan
Ditengah orang sibuk berkeringat
Melaknat kehabisan kertas
Sampai buram berjajakan
Tuhan maha tinggi
Yang akan menguntip tulisan namaku.

                                Pajagalan,maret.’10






Tidak ada komentar: